JENEPONTO, Aksaranews.id – Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Kabupaten Jeneponto Arifuddin Lau tampil membawakan materi pelatihan jurnalistik dakwah di hari kedua yang dilaksanakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jeneponto, Minggu (31/7/2022).
Arifuddin Lau memaparkan materinya mengulas tuntas terkait dengan teknik wawancara dengan pihak nara sumber. Menurutnya materi tersebut merupakan inti dari semua materi yang telah di berikan dari berbagai nara sumber sebelumnya.
Ditambahkannya, wartawan dalam hal ini melakukan wawancara dengan nara sumber seperti saksi, pengamat, pihak berwenang dan sebagainya untuk menggali atau mengumpulkan informasi, keterangan, fakta, atau data tentang sebuah peristiwa atau masalah.
“Hasil wawancara inilah disusun dalam bentuk karya jurnalistik seperti berita, feature, atau artikel opini,” ungkapnya.
Adapun tujuan wawancara, lanjut Arifuddin adalah sebagai konfirmasi (penyeimbang), melengkapi data-data yang kurang detil, mendorong narasumber agar berbicara dan mengungkapkan fakta, menyambung kesenjangan hubungan narasumber dengan media.
Dikatakannya, kegagalan wawancara sering kali disebabkan tidak jelasnya tujuan untuk apa sebuah wawancara dilakukan, apakah untuk mendapatkan kejelasan fakta, atau sekedar menggali opini dari narasumber.
Sementara model wawancara ada dua jenis yakni wawancara langsung yaitu wawancara dengan bertatap muka (face to face) langsung dengan narasumber dan wawancara tidak langsung yaitu wawancara tanpa bertemu langsung secara fisik, tapi menggunaan perantara (media), misalnya telepon, chating, media sosial, dan email (wawancara tertulis), papar Arifuddin.
Dalam literatur jurnalistik dikenal banyak jenis wawancara, antara lain wawancara berita (News-peg interview) adalah wawancara yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi, atau pandangan interview tentang suatu masalah atau peristiwa.
Wawancara pribadi (personal interview), yaitu wawancara untuk memperoleh data tentang diri-pribadi dan pemikiran narasumber –disebut juga wawancara biografi.
Wawancara eksklusif (exclusive interview), yaitu wawancara yang dilakukan secara khusus –tidak bersama wartawan dari media lain.
Wawancara sambil lalu (casual interview), yaitu wawancara “secara kebetulan”, tidak ada perjanjian dulu dengan narasumber, misalnya mewawacarai seorang pejabat sebelum, setelah, atau di tengah berlangsungnya sebuah acara.
Wawancara jalanan (man-in-the street interview) –disebut pula “wawancara on the spot”– yaitu wawancara di tempat kejadian dengan berbagai narasumber, misalnya di lokasi kebakaran.
Wawancara tertulis –dilakukan via email atau bentuk komunikasi tertulis lainnya.
Wawancara “cegat pintu” (door stop interview), yaitu wawancara dengan cara “mencegat” narasumber di sebuah tempat, misal tersangka korupsi yang baru keluar dari ruang interogasi KPK.
Kemudian dibagian akhir Ketua JOIN Arifuddin menjelaskan bahwa para praktisi jurnalisme (wartawan) umumnya sependapat, tidak ada kiat mutlak wawancara jurnalistik. Setiap wartawan memiliki trik atau cara tersendiri guna menemui dan memancing narasumber untuk berbicara.
Namun demikian, secara umum teknik wawancara meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pasca-wawancara, imbuhnya
Sementara, kata Arifuddin pantangan dalam wawancara yakni pertanyaan tidak bersifat interogatif atau terkesan memojokkan. Kemudian hindari pertanyaan “yes-no question” pertanyaan yang hanya butuh jawaban “ya” dan “tidak”.
Gunakan “mengapa” (why), bukan “apakah” (do you/are you). Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu akan lebih panjang ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”. Hindari pertanyaan ganda! Satu pertanyaan buat satu masalah.
Terakhir adalah sesegera mungkin, transkrip hasil wawancara. Jangan tunda, mumpung rekaman wawancara dalam otak masih segar, pungkas Arifuddin. (*)