Oleh : Wulan Safitri
Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Palopo
A. Pendahuluan
Ruang publik saat ini lebih dekat pada karakter maskulin yang tegas, berani, cekatan/cepat mengambil keputusan. Sektor publik menjadi domain laki-laki. Kekuasaan publik dianggap tidak perlu dan tidak memiliki karakteristik unggul dari feminitas berupa kesabaran, kejujuran, dan kesetiaan. Sementara, kekuasaan publik identik dengan persaingan dan konflik dengan penyelesaian masalah berciri zero sum game. Tantangan lain yang hadir di sektor publik adalah dari aspek budaya. Feminitas dianggap sebagai kelemahan, bukan sebagai kelengkapan social engineering. Urusan publik dianggap semata-mata memasyarakatkan maskulinitas, sementara perempuan merupakan incomplete sucject (kekurangan maskulinitas). Dra. Dewani Romli, M. A. mengatakan, tidak ada larangan bagi perempuan berperan di sektor publik bila dilihat dari kaca mata agama Islam. Bahkan, sejak zaman Rasulullah saw., peran perempuan di sektor publik sudah terjadi. Prinsip Islam berupa persamaan antara manusia tanpa mendiskriminasikan perbedaan jenis kelamin, negara, bangsa, suku, dan keturunan. Semuanya berada dalam posisi yang sejajar. Hal yang dapat meninggikan dan merendahkan kualitas seseorang adalah nilai pengabdiannya dan ketakwaannya kepada Allah swt. (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Salah satu penyebabnya, kata Dewani, Lemahnya pemberdayaan perempuan tidak terlepas dari historis, pengaruh konsep kultur, ras, politik, dan agama yang berlangsung lama. Kemudian, pengaruh interpretasi/pemahaman agama yang keliru dan mendiskriminatifkan perempuan adalah sangat dominan. Selain itu, nilai-nilai agama yang dianut terkadang tarik-menarik terhadap nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah ketidak adilan gender, kekerasan, diskriminasi, dan penindasan. Untuk dapat mencerahkan kesalah tafsiran atas berbagai aturan agama, perlu adanya teori persamaan (musawa), rekonstruksi, dekonstruksi, dan analisis terhadap hadist misogini (hadist yang mendiskreditkan perempuan).
Perempuan berasal dari kata per-empu-an yang artinya “ahli/mampu”, jadi perempuan merupakan seorang yang mampu melakukan sesuatu. Wanita berasal dari kata berbahasa jawa “wani ditata” yang artinya “orang yang bisa diatur”, selain itu, dalam bahasa sankerta kata wanita berasal dari kata “wan” dan “ita” yang berarti “yang dinafsui” Kata perempuan lebih dipilih untuk digunakan karena mengandung konotasi yang lebih positif (amelioratif). Sedangkan kata wanita cenderung tidak digunakan disini karena cenderung berkonotasi negative (pejoratif) dan lebih diposisikan sebagai objek. “Ranah” dapat diartikan dari kamus bahasa Indonesia yang artinya “daerah/kawasan” sedangkan” public” ialah “masyarakat”. Jadi perempuan di ranah public dapat di artikan perempuan yang berada dikawasan atau daerah masyarakat atau perempuan yang berperan di luar rumah.
Berangkat dari pembahasan pendahuluan yang mendiskriminatifkan perempuan adalah sangat dominan namun tidak sejalan dengan definisi perempuan sehingga merespon penulis untuk mengangkat rumusan masalah sebagai berikut .
a. Rumusan Masalah
1.Bagaimana peran perempuan dalam ranah publik ?
B. Pembahasan
a. Ruang Publik Menurut jurgen Habermas
Gagasan ruang publik atau public sphere merupakan gagasan yang belum tua. Dan dalam hal ini filsuf Jerman Jurgen Habermas dianggap sebagai pencetus gagasan tersebut, sekalipun sebagian orang menganggap benih-benih pemikiran ruang publik sudah dikemukakan oleh sosilogis dan ekonomis Jerman Maximilian Carl Emil Weber (1864-1920). Ia Jurgen Habermas mengenalkan gagasan ruang publik melalui bukunya Strukturwandel der Öffentlichkeit; Untersuchungen zu einer Kategorie der Bürgerlichen Gesellschaft. Edisi bahasa Inggris buku ini, The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, diterbitkan pada 1989. Melalui buku tersebut dan buku Civil Society and the Political Public Sphere, Jurger Habermas memaparkan bagaimana sejarah dan sosiologis ruang public. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke-18. Pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi (coffee houses). Mereka di sana biasa mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis. Dan sering pula terjadi diskusi-diskusi ini melebar ke perdebatan ekonomi dan politik. Sementara di Prancis, contoh yang diberikan Jurgen Habermas, perdebatan-perdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. Warga-warga Prancis biasa mendiskusikan buku-buku, karya-karya seni baik berupa lukisan atau musik, di sana. Selanjutnya Jurgen Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan media untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan. Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat bertemu, ngobrol, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru diciptakan. Dalam keadaan masyarakat bertemu dan berdebat akan sesuatu secara kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani. Secara sederhana masyarakat madani bisa dipahami sebagai masyarakat yang berbagi minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan—yang dalam teori dipertentangkan dengan konsep negara yang bersifat memaksa.
Pada perkembangan selanjutnya ruang publik juga menyangkut ruang yang tidak saja bersifat fisik, seperti lapangan, warung-warung kopi dan salon, tetapi juga ruang di mana proses komunikasi bisa berlangsung. Misal dari ruang publik yang tidak bersifat fisik ini adalah media massa. Di media massa itu masyarakat membicarakan kasus-kasus yang terjadi di lingkungannya. Penguasa yang tidak menerima dikritik dan media massa yang menolak memuat sebuah artikel karena takut kepada penguasa juga sebagai tanda bahwa sebuah ruang publik belum tercipta. Topik ini saya kira sangat relevan dengan konteks Indonesia, dengan makin tumbuhnya media elektronik (televisi) di berbagai kota, sejak era reformasi. Saat ini sedikitnya ada 11 stasiun TV yang bersiaran secara nasional. Belum lagi ditambah puluhan stasiun TV lokal, seperti TV Bali, TV Banten, Jak TV, dan sebagainya. Sementara ada keterbatasan alokasi frekuensi bagi keberadaan media-media tersebut. Pada saat yang sama, banyak media TV dianggap belum menyajikan program-program yang mendidik dan bermanfaat bagi masyarakat. Sementara mereka memanfaatkan frekuensi yang terbatas (ranah publik) tersebut lebih untuk kepentingan komersial dirinya sendiri. Karya Habermas berfokus pada landasan-landasan teori sosial dan epistemologi, analisis masyarakat kapitalistik maju dan demokrasi, penegakan hukum (rule of law) dalam konteks sosial-evolusioner kritis, dan politik kontemporer khususnya politik Jerman. Sistem teoretis Habermas diabdikan untuk mengungkapkan kemungkinan nalar, emansipasi, dan komunikasi rasional-kritis –yang laten dalam institusi-institusi modern dan dalam kapasitas manusia—untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh dan mengejar kepentingan-kepentingan rasional.
b. Peran Perempuan Dalam Ranah Politik
Seharusnya suatu Negara tidak menyia-nyiakan bakat dan potensi kaum perempuan bagi usaha untuk menciptakan suatu pemerintahan, dan mengembangkan suatu system administrasi dan perekonomian yang mampu bersaing.
Dari sisi lain, dapat dipastikan bahwa kebijakan yang efektif, misalnya dalam pembangunan ekonomi, akan lebih banyak dilandasi proses pengambilan keputusan yang mengikutserakan kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Apabila hal tersebut dilakukan tanpa melibatkan kaum perempuan dalam menduduki posisi penting di pemerintahan dan kedudukan politik lainnya, hampir pasti menghasilkan kondisi dan aspirasi yang tidak sepadan dengan setengah dari jumlah penduduk Indonesia yang hampir sebagian penduduknya adalah kaum perempuan. Tentu hal inilah salah satu penyebab ketertinggalan kaum perempuan dalam ikut berkarya mengukir kemajuan bangsa baik dibidang kesejahteraan masyarakatnya maupun dalam bidang keterlibatan perempuan dalam hal pembangunan.
Perempuan memiliki makna yang sangat penting di dunia politik untuk memberikan pemahaman dan menyatukan persepsi tentang pentingnya pembangunan demokrasi yang sehat, adil dan realistis. menurut Sammy, perempuan harus masuk ke dunia politik jika ingin hak-haknya terpenuhi. “Setiap keputusan itu ada di politik nah kalau perempuan mau hak-haknya terpenuhi mereka harus berada di dalam pengambilan keputusan. Itu harus berada di dalam politik yang ada, dan salah satu caranya ya masuk ke partai politik,” jelas Sammy. Tak hanya berperan untuk turut serta memperjuangkan hak-hak perempuan, mahasiswi semester VI Ilmu Komunikasi Paramadina ini juga mengungkapkan bahwa peran perempuan dalam dunia politik sebagai salah satu bentuk kesetaraan gender dimana baik laki-laki maupun perempuan berada di posisi yang sama. “Kita nggak menganggap laki-laki itu lebih hebat dari kita, tapi kita juga nggak merendahkan laki-laki. Karena ada juga kan tipe perempuan yang memperjuangkan hak perempuan tapi justru menurunkan hak laki-laki, jadi dia feminis banget saking feminisnya jadi anti laki-laki. Jangan sampai sepertu itu, kesetaraan bagi kita punya hak yang sama dan kemudian berada dalam pengambilan keputusan,” Detik.com
Sehingga pemerintah memberikan dukungan terhadap perempuan dengan memutuskan bahwa setiap partai harus mengisi kuota perempuan minimal 30 persen yang terangkum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7/2013 pasal 27 ayat (1) huruf b menyangkut kuota 30 persen keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil), perlu diperkuat. Pasalnya, sesuai amanat Undang-Undang (UU), partai politik (parpol) harus memenuhi syarat tersebut apabila parpol ingin jadi peserta pemilu. Jika kita tarik garis lurus lebih jauh. Sejak dikeluarkannya Undang-undang nomor 12 tahun 2003 yang berisi keharusan memasukkan kuota 30 persen caleg perempuan. Sudah selayaknya partai politik mulai memikirkan akan kualitas dari caleg perempuan sendiri, supaya nantinya ketika duduk di parlemen sudah memiliki pengetahuan akan masalah perempuan yang krusial dan diharapkan dapat terus terakomodir dalam setiap pembuatan kebijakan yang berorientasi pada permasalahn perempuan di Indonesia. Kompasiana.com
c. Peran Perempuan Dalam Ranah Media Massa
Seperti halnya Roehana Koeddoes Lahir di Sumatra Barat pada tanggal 20 Desember 1884, Roehana Koeddoes adalah sosok pejuang intelektual yang disebut sebagai Wartawati Pertama Indonesia dan Perintis Pers Indonesia. Hidup di zaman yang sama dengan R.A Kartini di mana kaum perempuan masih tidak punya akses menempuh pendidikan formal, Roehana beruntung memiliki ayah yang mau mengajarinya banyak hal dari kecil, terutama dalam soal membaca, menulis, dan berbahasa. Melahap banyak bacaan dari kecil, Roehana tumbuh dewasa dengan pemikiran yang kian hari kian tajam, terutama dalam soal politik dan kesadarannya pada isu emansipasi, satu hal yang mendapat tentangan keras tak hanya dari pemerintah kolonial, tapi juga aturan agama dan adat setempat. Tak puas hanya mendirikan sekolah keterampilan bagi perempuan Indonesia, Roehana pun mendirikan surat kabar bernama Sunting Melayu pada tanggal 10 Juli 1912, di mana surat kabar ini tercatat sebagai surat kabar pertama di Indonesia yang dipimpin, dijalankan, dan diperuntukkan untuk kaum wanita. Dengan isu nasionalisme dan emansipasi wanita dalam soal pendidikan, Roehana berperan sebagai pemimpin redaksi yang turut dibantu oleh Zubaidah Ratna Djuwita. Tidak hanya menjadi wadah berpendapat para perempuan di Sumatra Barat, Sunting Melayu yang terbit seminggu sekali dan bertahan terbit hingga 9 tahun juga menampung tulisan dari daerah-daerah lain di Indonesia. Selain Sunting Melayu, Roehana juga sempat menjadi pemimpin surat kabar Perempuan Bergerak di Medan serta surat kabar Radio dan Cahaya Sumatera di Padang. Atas jasanya yang besar dalam dunia jurnalistik, edukasi, dan politik, Roehana yang wafat pada tanggal 17 Agustus 1972 di Jakarta pun dianugerahi Bintang Jasa Utama oleh pemerintah Indonesia di tahun 2007 lalu.
d. Peran Perempuan Dalam Ranah Media sosial
Media sosial adalah salah satu perkembangan teknologi yang memiliki andil besar dalam memberikan kemudahan bagi manusia untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Media sosial adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, sosial network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki mungkin merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Sementara jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan internet. Media sosial mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas. Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita.
Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna social media dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya.
Menurut Antony Mayfield dari iCrossing, media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa. Manusia biasa yang saling membagi ide, bekerjasama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berfikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan kita sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan mengapa media sosial berkembang pesat.
Jika dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa menyampaikan pendapat secara terbuka karena satu dan lain hal, maka tidak jika kita menggunakan media sosial. Kita bisa menulis apa saja yang kita mau atau kita bebas mengomentari apapun yang ditulis atau disajikan orang lain. Ini berarti komunikasi terjalin dua arah. Komunikasi ini kemudian menciptakan komunitas dengan cepat karena ada ketertarikan yang sama akan suatu hal. Sosial media meghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk berkomunikasi satu sama lain dimanapun mereka bereda dan kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan ttidak peduli siang atau pun malam.
Orang yang pintar dapat memanfaatkan media sosial ini untuk mempermudah hidupnya, memudahkan dia belajar, mencari kerja, mengirim tugas, mencari informasi, berbelanja, dll. Media sosial menambahkan kamus baru dalam pembendaharaan kita yakni selain mengenal dunia nyata kita juga sekarang mengenal “dunia maya”. Dunia bebas tanpa batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata. Setiap orang bisa jadi apapun dan siapapun di dunia maya. Seseorang bisa menjadi sangat berbeda kehidupannya antara didunia nyata dengan dunia maya, hal ini terlihat terutama dalam jejaring sosial.
Peran perempuan dalam media sosial sangat urgen, untuk membangun sebuah peradaban manusia yang lebih baik lagi, supaya tercipta informasi dan komunikasi yang serba cepat di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal. Maka berangkat dari sinilah tak ada kata lain, selain peran perempuan dalam ikut andil atas kemajuan di media sosial, untuk menumbuh-kembangkan dunia baru yang menjadi angan-angan bagi peradaban umat manusia di seluruh alam semesta.
Dengan adanya media sosial dapat menjadi sebuah penyeimbang informasi di berbagai pemberitaan, dan pada akhirnya informasi tidak hanya di monopoli satu pihak dari media massa, tetapi informasi dapat hadir dari sebuah tulisan sederhana dari khalayak umum, khususnya bagi para wanita yang sedang berbagi informasi di media sosial. Media sosial sebagai sarana interaksi antar sahabat, saudara, dan berbagai kalangan, baik sekedar mencari informasi atau hanya sekedar tegur sapa di dunia maya, tetapi pada substansinya media sosial sangat urgen bagi laju perkembangan masyarakat dalam mengembangkan berbagai karya dan inovasi secara cerdas di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal.
Keberadaan media sosial merupakan sebuah media online. Sehingga para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Kehadiran media sosial, seperti: blog dan jejaring sosial merupakan salah satu bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di belahan bumi. Sehingga keberadaan blog dan jejaring sosial sangat dibutuhkan di tengah-tengah realita kehidupan masyarakat secara universal. Mengingat blog dan jejaring sosial sebagai sarana yang praktis, untuk berbagi tentang berbagai informasi, supaya antar member mendapatkan informasi yang sesuai dengan keinginan hati para penggunanya di media sosial tersebut.
Keberadaan perempuan tak dapat dipandang sebelah mata di dalam membangun media sosial, apalagi mengingat peran perempuan sudah mulai memperlihatkan diri atas kesamaan dan persamaan identitas tentang emansipasi di abad modern saat ini. Sehingga keberadaan perempuan di dunia modern sangat penting dalam menumbuh-kembangkan dunia media sosial, supaya media sosial dapat terus berkembang sesuai dengan harapan khalayak umum.
Para aktivis media sosial tak dapat dihilangkan dari peran besar perempuan sebagai pemicu kemajuan. Maka untuk itulah media sosial memberikan ruang dan waktu sebesar-besarnya kepada para kaum perempuan atas partisipasinya dalam memajukan media sosial, baik di Nusantara sampai di belahan bumi raya. Kalau perempuan kurang aktif di media sosial, tentunya keberadaan media sosial akan mengalami kehampaan. Dari sinilah peran perempuan sebagai aktivis di media sosial sangatlah urgen dalam membangun jejaring sosial yang lebih baik lagi. Sehingga keberadaan media sosial dapat semakin maju di berbagai realita kehidupan, apabila para kaum perempuan dapat berperan aktif, baik sebagai pioneer maupun hanya sekedar berbagi ala kadarnya.
Dengan adanya peran perempuan di media sosial diharapkan dapat terus menambah kemajuan di dunia komunikasi dan informasi. Sehingga dengan kehadiran para perempuan di media sosial dapat menyerap berbagai paradigma pemikiran atas kemajuan media sosial menuju masa depan yang lebih baik lagi.
e. Perspektif Islam Terhadap Peran Perempuan Dalam Ranah Publik
Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang mengharuskan perempuan bekerja misalnya karena suaminya atau orang tuanya meninggal dunia atau keluarganya sudah tidak bisa memberi nafkah karena sakit atau lainnya, sedangkan negara tidak memberikan jaminan pada keluarga semacam mereka.
Tenaga perempuan tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, dan perkerjaan tersebut bisa dilakukan oleh perempuan. Hal ini yang menunjukkan adalah bahwa di zaman Rosulullah ada para perempuan yang bertugas membantu kelahiran, semacam dukun bayi atau bidan pada saat ini. Juga saat itu ada perempuan yang mengkhitan anak-anakperempuan. Dan yang dhohir bahwa perkerjaan ini mereka lakukan diluar rumah.
Pada zaman ini bisa ditambahkan yaitu dokterperempuan spesialis kandungan, perawat saat bersalin, tenaga pengajar yang khusus mengajar perempuan dan yang sejenisnya. Diantara pekerjaan wanita yang ada pada zaman Rosululloh adalah apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullohshallallahu ‘alaihi wa sallam berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa wanita anshor, maka mereka memberi minum dan mengobati orang yang terluka.”
Disamping itu sejarah mencatat, beberapa perempuanyang menjadi istri Rasulullah saw juga menjadi wanita karier, diantaranya:
Siti Khadijah, Rasulullah SAW punya seorang isteri yang tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia adalah seorang wanita yang aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum beliau menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri Syam. Setelah menikahinya, tidak berarti isterinya itu berhenti dari aktifitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah bisnis Khadijah ra itu amat banyak menunjang dakwah di masa awal. Di masa itu, belum ada sumber-sumber dana penunjang dakwah yang bisa diandalkan. Satu-satunya adalah dari kocek seorang donatur setia yaitu isterinya yang pebisnis kondang. Tentu tidak bisa dibayangkan kalau sebagai pebisnis, sosok Khadijah adalah tipe perempuan rumahan yang tidak tahu dunia luar. Sebab bila demikian,bagaimana dia bisa menjalankan bisnisnya itu dengan baik, sementara dia tidak punya akses informasi sedikit pun di balik tembok rumahnya. Di sini kita bisa paham bahwa seorang isteri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadijah ra. dikaruniai beberapa orang anak dari Rasulullah SAW.
Sebenarnya, usaha (kiprah) kaum perempuan cukup luas meliputi berbagai bidang, terutama yang berhubungan dengan dirinya sendiri, yang diselaraskan dengan Islam, dalam segi akidah, akhlak dan masalah yang tidak menyimpang dari apa yang sudah digariskan atau ditetapkan oleh Islam.
Allah Ta’ala menciptakan laki-laki dan perempuan dengan karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu menghidupi keluarga secara layak. Sebenarnya Islam tidak pernah mensyariatkan untuk mengurung perempuan di dalam rumah. Tidak seperti yang banyak dipahami orang.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW melarang orang yang melarang perempuan mau datang ke masjid.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke Masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”.
Dari Abdullah Bin Umar dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang perempuan di antara kamu minta izin (untuk berjama’ah di masjid) maka janganlah mencegahnya”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu mencegah kaum wanita untuk pergi ke masjid, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa wangi-wangian.”.
Padahal di masjid sudah bisa dipastikan banyak orang laki-laki. Dan perjalanan dari rumah ke masjid serta begitu juga kembalinya, pasti akan bertemu dengan lawan jenis yang bukan mahram. Bahkan masjid Nabawi di masa Rasulullah SAW tidak ada hijabnya. Tidak seperti masjid kita di zaman sekarang ini yang ada tabir penghalangnya. Di masa kenabian, posisi jamaah laki-laki dan jamaah wanita hanya dipisahkan tempatnya saja. Shaf laki-laki di bagian depan dan shaf wanita di bagian belakang. Anak kecil yang laki di belakang shaf laki dan anak kecil perempuan berada di shaf terdepan dari shaf perempuan. Dan tidak ada kain, tembok, tanaman atau penghalang apapun di antara barisan laki dan perempuan. Jadi kalau dikatakan bahwa perempuan itu haram keluar rumah, harus lebih banyak dikurung di dalamnya, rasanya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masa Rasulullah SAW dan salafus-shalih. Boleh dibilang mengurung wanita di dalam rumah adalah sebuah perkara bid’ah yang sesat.
C. Penutup
a. Kesimpulan
Jika kurangnya Caleg perempuan yang berhasil duduk di kursi Parlemen menjadi penghambat berkembangnya negeri ini. Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kepercayaan rakyat Indonesia untuk dipimpin oleh kaum wanita. Karena banyak orang beranggapan, wanita adalah kaum yang lemah, tidak mampu berkerja keras, tidak sanggup memimpin banyak orang. Namun nyatanya tidak selamanya pernyataan diatas benar, sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia yang duduk di parlemen.
Belum lagi banyaknya perempuan yang juga pengguna media sosial yang memanfaatkan media sosial bukan hanya sebagai media komunikasi namun juga menjadikan media sosial sebagai tempat/wadah dalam e-commerce, yang telah berhasil membuktikan bahwa kaum perempuan sanggup menjadi sama seperti kaum laki-laki. Kita memerlukan perempuan sebagai tiang negara dalam pembangunan baik dari segi pemerintahan dan ekonomi, tidak hanya jumlahnya tapi juga kualitasnya. Seperti halnya Hadist Nabi, bukankah kita tahu bahwa Nabi Muhammad menegaskan dalam haditsnya “Perempuan itu tiang negara. Apabila baik perempuannya, maka baiklah negara tersebut. Manakala rusak perempuannya, maka rusaklah pula Negara itu”.
Komentar