oleh

OPINI: Mutasi Cakka, Gengsi atau Aturan

LUWU – Pelaksanaan mutasi pejabat struktural pada akhir Januari di Luwu, beberapa hari sebelum masa jabatan Cakka-Amru terkesan dipaksakan, melanggar aturan dan penuh kepentingan politis. Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Pada Pasal 71 Ayat (2) di sebutkan bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Hal senada dipertegas lagi pada pasal 2 ayat (1 ) peraturan menteri dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2016 tentang pendelegasian wewenang penandatanganan persetujuan tertulis untuk melakukan penggantian penjabat di lingkup pemerintah Daerah. Kemudian pada pasal 3 ayat (2), dijelaskan bahwa menteri mendelegasikan kepada Direktur jendral Otonomi Daerah (Dirjen OTDA) untuk memberikan persetujuan tertulis atas usulan permohonan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota.

Berdasarkan informasi yang di dapatkan dari sumber Internal di BKPSDM Luwu, menyebutkan bahwa persetujuan tertulis tersebut belum ada. Kalaupun ada, agar dimunculkan di publik agar pejabat kepegawaian dapat menindaklanjuti keputusan mutasi tersebut dengan membuat petikan keputusan dari surat pernyataan pelantikan untuk digunakan oleh pejabat yang ikut dalam mutasi kemarin melaksanakan tugas di tempat yang baru.

Selain peraturan tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan suara edaran (SE) Nomor 821/970/PJ tanggal 12 Febuari 2018 tentang penggantian pejabat oleh pejabat (Pj) Pelaksana Tugas (Plt) Pejabat Sementara (Pjs) kepada kepala daerah yang meneyelenggarakan pilkada serentak.

Dalam SE tersebut dijelaskan pada poin (1) dalam hal terjadi kekosongan jabatan maka Gubernur/Bupati Bupati/Walikota menunjuk pelaksana tugas yang di maksud dengan penggantian hanya dibatasi untuk mutasi Jabatan. Sedangkan yang terjadi saat mutasi kemarin yaitu, mutasi tersebut menciptakan kekosongan baru pada jabatan yang lain, bahkan ada beberapa pejabat yang turun jabatan dan kehilangan jabatan.

Fenomena tersebut membuat kegelisahaan di internal ASN Pemkab Luwu, dan juga sangat berpeluang untuk di PTUN-kan. Mengingat, pelanggaran yang dilakukan terhadap undang-undang. Banyak pihak yang menyayangkan mutasi tersebut. Mengapa tidak menunggu bupati dan wakil bupati terpilih,mengingat sisa menghitung hari beliau dilantik. (rdk)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *